Sumber: Detik.com
Senin, 15/12/2014 08:19 WIB
Mohamad Indah Ginting: Mafia sampai
Bunuh-bunuhan
Bahtiar Rifai – detikNews
Jakarta - Tindakan Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menenggelamkan kapal asing yang
tertangkap mencuri ikan ataupun melanggar aturan hukum di Indonesia menimbulkan
kontroversi. Banyak pihak mengusulkan agar kapal itu tidak ditenggelamkan, tapi
dilelang untuk diberikan kepada nelayan.
Ketua Forum Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan Seluruh Indonesia Mohamad Indah Ginting memberi kesaksian, pelelangan kapal asing untuk nelayan sering sia-sia karena banyak mafia yang bermain. Penerapan denda juga tidak efektif karena sulit menagihnya.
“Di Medan dulu sampai ada mafia yang bunuh-bunuhan gara-gara lelang kapal,” kata Ginting dalam fokus majalah detik edisi 159. Selain menjabat Ketua Forum Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan Seluruh Indonesia, Ginting menjadi koordinator hakim di Pengadilan Perikanan Jakarta Utara. Sebelumnya, ia bertugas di Pengadilan Perikanan Medan.
Berikut ini wawancara Bahtiar Rifai dari majalah detik dengan Mohamad Indah Ginting di kantor Pengadilan Perikanan Jakarta Utara.
Pelelangan kapal asing selama ini seperti apa? Yang dilelang itu umumnya kapal asing yang tertangkap, seperti dari Vietnam. Kalau milik nelayan lokal, (kapal) dikembalikan. Kalau ada trawl, diambil trawl-nya, apalagi kalau ada bom. Jadi kapalnya dikembalikan asalkan jangan mengulangi lagi pakai trawl.
Sewaktu saya di Medan dulu, kapalnya dirampas, orangnya didenda. Kalau dia masuk ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), orangnya tidak boleh ditahan. Kalau dia menangkap dari 12 mil sampai 200 mil, itu sumber daya ikannya yang berdaulat. Tapi kedaulatan negara bukan di situ. Kita berdaulat di sumber dayanya itu. Kalau (nelayan) sampai masuk 12 mil ke bawah, langsung ditahan, kena hukuman bui.
Kalau di ZEE tak boleh dibui, ditahan pun tak boleh. Kapalnya boleh diambil, dirampas, diadili tapi dia dipulangkan. Kita terikat konvensi, dan KUHP kita tidak berlaku di sana, bukan teritori kita. Tapi karena dia mengambil ikan kita.
Ketua Forum Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan Seluruh Indonesia Mohamad Indah Ginting memberi kesaksian, pelelangan kapal asing untuk nelayan sering sia-sia karena banyak mafia yang bermain. Penerapan denda juga tidak efektif karena sulit menagihnya.
“Di Medan dulu sampai ada mafia yang bunuh-bunuhan gara-gara lelang kapal,” kata Ginting dalam fokus majalah detik edisi 159. Selain menjabat Ketua Forum Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan Seluruh Indonesia, Ginting menjadi koordinator hakim di Pengadilan Perikanan Jakarta Utara. Sebelumnya, ia bertugas di Pengadilan Perikanan Medan.
Berikut ini wawancara Bahtiar Rifai dari majalah detik dengan Mohamad Indah Ginting di kantor Pengadilan Perikanan Jakarta Utara.
Pelelangan kapal asing selama ini seperti apa? Yang dilelang itu umumnya kapal asing yang tertangkap, seperti dari Vietnam. Kalau milik nelayan lokal, (kapal) dikembalikan. Kalau ada trawl, diambil trawl-nya, apalagi kalau ada bom. Jadi kapalnya dikembalikan asalkan jangan mengulangi lagi pakai trawl.
Sewaktu saya di Medan dulu, kapalnya dirampas, orangnya didenda. Kalau dia masuk ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), orangnya tidak boleh ditahan. Kalau dia menangkap dari 12 mil sampai 200 mil, itu sumber daya ikannya yang berdaulat. Tapi kedaulatan negara bukan di situ. Kita berdaulat di sumber dayanya itu. Kalau (nelayan) sampai masuk 12 mil ke bawah, langsung ditahan, kena hukuman bui.
Kalau di ZEE tak boleh dibui, ditahan pun tak boleh. Kapalnya boleh diambil, dirampas, diadili tapi dia dipulangkan. Kita terikat konvensi, dan KUHP kita tidak berlaku di sana, bukan teritori kita. Tapi karena dia mengambil ikan kita.
Anda tahu soal mafia di pelelangan
kapal? Jadi memang ada tangannya di situ.
Kapal Thailand umumnya dioperasikan Malaysia atau diageni
Malaysia. Nah, Malaysia yang ngurus ke Indonesia semua. Mulai
dari beking, semuanya.
Mereka kalau dibekingi angkatan tertentu, kita tangkap, mereka menunjukkan sesuatu. “Pak, katanya, asal kami menunjukkan ini, kami enggak ditangkap.” Tulisan itu berbunyi “dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada petugas di lapangan, kalau kapal ini ditangkap, tolong hubungi nomor kami di nomor sekian”. Nomor teleponnya itu nomor angkatan tertentu, ternyata.
Mereka kalau dibekingi angkatan tertentu, kita tangkap, mereka menunjukkan sesuatu. “Pak, katanya, asal kami menunjukkan ini, kami enggak ditangkap.” Tulisan itu berbunyi “dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada petugas di lapangan, kalau kapal ini ditangkap, tolong hubungi nomor kami di nomor sekian”. Nomor teleponnya itu nomor angkatan tertentu, ternyata.